Selasa, 31 Maret 2015

Tiffany's Bag #3

Dan ketika aku mendengar kata ‘husband’ nyali ku pun mulai menciut. Sepertinya aku hanya bisa mengagumi sosok gadis unik ini. Tapi rasa tidak percaya dan penasaran yang  semakin tidak terbendung membuatku ingin terus berlama-lama mengamati gadis ini dari jauh. 2 jam berlalu dia masih di sana. Kasian sekali sebenarnya, namun dia sudah menolakku dengan sangat mentah, bahkan memuntahkanku dengan sangat cepat. Dengan mengenakan hijab sangat unik, kacamata hitam, dan tas klasik ala Tiffany membuatku semakin tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Sungguh cantik sekali.

3 jam berlalu dan hari pun semakin gelap. Aku tidak tega lagi melihat dia berdiri berlama-lama di sana. Kasian. Mungkin suaminya lupa menjemputnya. Ketika aku hendak berniat menghampiri gadis itu, tiba-tiba seorang lelaki paruh baya menghampiriku.
“Hey you, what do you see?”
“Sorry, I dont understand...”
“Hahaha, I’m just kidding, let me introduce, I’m Sam,”
“I’m Rey, Indonesian,”
“I see from your face that you are a tourist,”
“Ya, as your guess, right, haha..”
“Her name is Tiffany, she always there everysingle day, pour her, she always expect her husband comeback, eventhough she knows that it’s impossible.”
“How do you know that I...”
“Yeah, I have seen you since 3 hours ago.”
Oh,” aku merasa seperti maling yang tertangkap basah ketika sedang mencuri.
“It’s Ok. Her husband have died 1 day before their marriage. And she have an accident when on her way to the hospital, and she became blind.”
“She is blind?”
“Ya, you could change your mind right now,”
“No, I just want to protect on her..” jawabku spontan. Benar, jawaban itu dari hati.
“Are you sure?”
“Yes, but I think it just in my dream. She would never want me.”
“Boy, you should try, by the way, have you find a hotel?”
“Not yet, why?”
“I have a free room in my home, if you mind, you can stay at my home.”
“You are so kind, yes, absolutely, thanks alot, sir..”
“Oh man, don’t you call me sir, just call me Sam.”
“Ok sam, thanks alot.”
Dan aku pun berjalan menuju rumah Sam, tidak begitu jauh, hanya beberapa blok dari sini. Rumah yang sangat kuno, sederhana, dan tampak sangat rapi. Bangunan rumah ini tampak sangat udzur, ya, sepertinya ini adalah rumah turun temurun peninggalan nenek moyang Sam.
“Do you want some coffe?”
“Hmm, sure..”
Dan kita duduk bersama di beranda rumah Sam dan membicarakan banyak hal. Dia adalah seorang pekerja keras. Dia bercerita tentang istrinya yang meninggal secara tragis dengan cara membuhu dirinya sendiri karena depresi melihat anak gadisnya. Dan anak perempuan satu-satunya yang kehilangan jati dirinya karena alasan yang tidak bisa dia sebutkan. Mungkin aku bisa menebak, karena laki-laki. Sam sangat ramah dan hangat, bersyukur bisa mengenalnya di tempat asing ini.  Dan setelah lama berbincang dengan Sam akupun bergegas mandi. Sementara Sam menitipkan rumahnya karena dia ada urusan beberapa hari di luar kota. Ya, aku adalah orang asing yang beruntung sekali bisa dipercaya untuk meninggali rumah orang sendirian.
“Ok, you may call me if on emergency.”
“Ok, Sam..”  (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar