Sabtu, 21 Maret 2015

Dia, Aku, Kamu, dan Dirinya #1



Aku mencintai dia, tapi aku menyukaimu. Kamu, dia mencinatimu tapi aku menyukaimu.  Ketika suatu hari kita bertemu secara tidak sengaja, perasaan ingin lebih dekat muncul.

Sore itu, aku duduk di sebuah coffee shop untuk melepas lelah selepas kerja.  Seharusnya hari itu adalah jadwal kelas yoga, namun rasanya kopi lebih menggodaku. Duduk, bersandar, bermain dengan note sampai hari mulai larut, dan sesekali mengecek pekerjaan di laptop. Kubuka kacamata untuk sedikit merenggangkan mata, kemudian samar-samar terlihat seorang lelaki dengan kemeja tampak begitu gagah. Mata ini mulai menyudut dan melihat lebih jelas. Selang beberapa detik.
“You’re alone?”
“Hmm, I think ya,”
“May I join your table?”
“Ya,” jawabku ketus sambil terus memainkan gadget yang ada ditanganku.
“Busy?”
“Hmm, not really.”
“Oh, okey.”
 Setelah itu kami hanya terus memainkan gadget tanpa bertegur sapa. Aku nyaman dan dia terlihat nyaman. Ini perasaan yang jarang sekali terjadi, untuk pertama kalinya aku bisa membiarkan orang asing duduk di meja yang sama denganku dan kita hanya saling diam. Tidak ada rasa canggung. It feels like de javu.
Tepat pukul 10 malam, akhirnya ketika semua gadget mati, aku putuskan untuk pulang. Dan laki-laki itu akhirnya mulai berbicara.
“Wanna go home?”
“I guess, ya, why?”
“May I ask you something?”
“Hmm, sure.”
“May I know your name?”
“Oh, sorry, gue Mia, I got to go, Ok, bye, nice to meet you.”
Hari itu dimana pertama kalinya aku merasa sangat menyesal.  Hampir  semalaman aku tidak bisa tidur karena menyesal, kenapa aku tidak bertanya siapa dia. Kebiasaan yang sok jual mahal, menyesal jatuhnya selalu di belakang. Dan mulai saat itulah, hampir setiap sore aku pergi ke coffee shop itu.  (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar