Selasa, 03 Maret 2015

From Slummy To Gucci #1



Uang, lifestyle, dan kemewahan bukan lagi hal yang aneh untuk didambakan. Aku memang hanya seorang pemulung, tapi jiwa ini selalu meletup-letup setiap kali membicarakan tentang impian. Mereka tertawa dengan begitu kerasnya melihatku bermimpi terlalu tinggi. Setiap sore aku tidak akan melewatkan sehari pun untuk menikmati suasana Fashion street, dengan girang aku berjalan sambil melihat deretan etalase brand-brand berkelas. Aku suka suasana tempat ini, aku suka aroma yang lalu lalang di tempat ini, dan aku sangat  girang menatapi manequeen-manequeen yang cantik dengan balutan pakaian dan assessories yang begitu mahal. Ya, mahal. Mungkin bagiku, untuk membeli satu buah sapu tangan aku harus memulung berpuluh-puluh tahun.

Pagi ini dengan riang aku berangkat ke sekolah, ya, walaupun aku seorang pemulung dan anak seorang buruh serabutan tapi sekolah menjadi makanan wajib, dengan cara apapun ibu selalu mengusahakan agar aku tetap terus sekolah. Walaupun kadang aku malas ke sekolah karena perlakuan teman-teman yang terlalu menganggap aku remeh, ya, aku adalah seorang pemulung yang tidak pantas berteman dengan mereka-mereka. Sekolah ini adalah sekolah elit, dan aku sangat beruntung mendapat beasiswa, walaupun aku harus tebal muka untuk menghadapi olok-olokan teman-teman, dan aku sudah terlalu terbiasa. Zara, Mango, YSL, Dior, D&G, Gucci, dan sekelasnya memang menjadi santapan mereka. Aku mulai familiar dengan segala macam merk kelas atas itu. Mereka berebut untuk pamer barang-barang branded itu. Dan aku hanya bisa menikmati, mengamati, dan berandai-andai saja. Sepatu yang selalu gonta-ganti setiap hari dan tas yang senada dengan sepatu. Dari sekian murid-murid berkelas, ada 1 orang yang benar-benar aku kagumi. Elle namanya, Ellena Sastrobisono, anak seorang designer terkenal yang menyimpan bakat luar biasa di bidang fashion, dan ayahnya tidak kalah keren, ayahnya adalah seorang CEO majalah fashion internasional di Indonesia, sempurna. Cara dia memakai baju selalu tidak pada seharusnya, berani tampil beda, dan eye catching. Setiap apapun yang dia pakai pasti terlihat sangat cocok. Indah. Aku selalu mencatat dan menimba ilmu diam-diam dari dia. Kadang aku menggambar sebuah sketsa apa yang dia pakai. Aku adalah pengagum mamanya. Elle ramah, dia berbeda dari orang-orang elit di sekolah ini. Walaupun aku tidak begitu dekat dengan dia, yah, paling tidak dia selalu melemparkan senyum setiap kali berpapasan denganku. Itu sudah sangat baik menurutku.
Aku selalu sendirian di sekolah, aku tidak punya teman, aku tidak dianggap dan selalu dipandang sebelah mata. Butuh muka tebal dan hati sekeras batu untuk menghadapi hari-hari yang menyiksa ini. Waktu senggang istirahat aku habiskan di pojokan kelas untuk menggambar sketsa-sketsa yang ada di otakku. Mungkin terlalu naif jika aku berkhayal menjadi seorang designer setenar mama nya Elle, namun bermimpi itu tidak dosa, dan sampai kapanpun itu aku akan terus bermimpi. Aku selalu mengumpulkan kertas-kertas yang sekiranya masih bisa dipakai ketika aku memulung, untuk menorehkan semua inspirasi sketsa ku. Sepulang sekolah aku pun berganti pakaian lusuh dan mulai menjalani profesi ku sebagai pemulung, alih-alih menambah penghasilan untuk makan dan untuk mencari kertas gratis. Dan kemudian saat waktu sudah menandakan sedikit gelap, aku pun mengakhiri kerja ku dengan melewati fashion street, ini adalah bagian terindah dalam hari ku. Kapan ya aku bisa masuk kesitu. Aku pun mulai berandai-andai dan berkhayal.  (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar