Kamis, 19 Maret 2015

Bintang Jatuh #2



Pagi ini aku harus bangun sepagi mungkin, karena hari ini Bunda ulang tahun, dan aku tidak mau melewatkan saat-saat indah itu hanya karena bangun kesiangan. Aku mulai mempersiapkan semua kejutan untuk Bunda sebelum dia pulang. Karena sejak tadi malam Bunda belum pulang, itulah resiko mempunya seorang ibu yang memiliki profesi sebagai wartawati. Kue ulang tahun yang di atasnya berdiri dua buah lilin yang tertulis angka 3 dan 9 sudah siap saji di atas meja makan, dan balon-balon hasil karya Dandu pun turut memeriahkan pesta kejutan ini, sembari menunggu Bunda datang, aku dan Dandu duduk-duduk di depan rumah sambil meminum secangkir kopi untuk menahan rasa kantukku yang berlebih ini. Untuk hari ini aku patut mengucapkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya terhadap Dandu, karena berkat bantuannya, semua kejutan untuk Bunda dapat terselesaikan dengan sempurna, menurutku. Dia rela tidak tidur semalaman hanya untuk memasang balon-balon dia atap-atap, serta menata ruang tamu seindah mungkin. Walaupun kadang menyebalkan, tapi Dandu juga memiliki naluri manusia untuk berbuat baik.
“Bin, kamu serius mau kuliah di luar kota?”
“Iya, emangnya kenapa?” aku heran, kenapa setiap kali aku mengatakan niatku untuk melanjutkan kuliah ke luar kota, Dandu selalu saja merasa ragu dan tidak rela.
“Gapapa, cuman, aku ngerasa ga tenang,”
“Ga tenang? Whats wrong with me, Im OK.Dandu..” ini membuatku semakin tidak habis pikir, alasan hebat apa yang membuat Dandu begitu khawatir.
“Ya… Sudahlah, lupakan,” itulah jawaban yang selalu aku dapati, jawaban yang menggantung, tidak jelas, dan membuahkan sebuah tanda tanya besar di benakku.

Sudah 5 jam lebih aku menunggu kedatangan Bunda, beruntung karena hari ini adalah hari minggu, jadi aku tidak harus tergesa-gesa untuk berangkat ke sekolah. Dan saat ini waktu sudah menunjukkan tepat pukul 10 pagi, waktu yang seharusnya Bunda sudah sampai di rumah, waktu dimana seharusnya semua kejtuan dapat terlaksana dengan sempurna. Aku sedikit kecewa pada Bunda, apa karena kesibukan dia bekerja, dia melupakan hari yang paling istimewa baginya semudah itu. Bunda memang sosok pekerja keras, dia harus membiayai hidupku dan dirinya sendiri, tanpa seorang suami atau sanak saudara. Karena Ayah, seorang wartawan yang terlalu berani mengungkapkan korupsi seorang pejabat ternama telah tewas tertembak oleh orang yang tak dikenal.
Dan seharian ini aku merasa sedih karena Bunda belum juga pulang. Beruntung Karena Dandu masih mau menemaniku. Rasa kecewa pun berubah menjadi kekhawatiran yang berlebih, karena sampai saat ini Bunda belum juga memberikan kabar padaku. Apalagi Handphone Bunda yang tidak aktif menambah rasa takutku.  (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar