3 hari setelah hari ini badanku lemas lagi, entah
kenapa semenjak hari itu aku sering sakit. Badanku tiba-tiba lemas dan rasanya
seperti ditusuk-tusuk. Padahal uang di celenganku sudah hampir penuh, sebentar
lagi aku bisa membeli mobil. Tapi kenapa aku sakit terus, jadi tidak mendapat
uang jajan untuk memenuhi celenganku. Dan hari ini aku harus ke dokter lagi.
“Bunda,
kenapa ke dokter lagi?” tanyaku sambil memakai sabuk pengaman.
“Biar
kamu cepat sembuh.”
“Biar aku dapet uang jajan yang
banyak ya Bun? Bunda Bunda, sebentar lagi celengan Tiana penuh lho, nanti Bunda
anterin Tiana beli mobil ya..”
“Iya sayang, nanti dihitung dulu
uangnya, tapi Tiana harus sembuh dulu ya.”
“Iya, Bun.”
1 minggu setelah hari itu aku sakit
lagi. Kali ini demam ku tinggi sekali dan wajah Bunda jauh lebih khawatir dari
sebelumnya. Ditambah aku aku yang susah bernafas dan kadang mimisan. Aku kenapa
ya Tuhan? Kenapa aku jadi sering sakit seperti ini? Tengah malam Ayah dan Bunda
membawaku ke rumah sakit, sementara aku masih kesakitan karena seluruh tubuhku
nyeri. Rasanya sakit sekali. Kata Bunda aku harus menginap di rumah sakit,
padahal aku bersikeras untuk pulang. Aku tidak suka bau obat, suntikan, dan
kamar mayat. Kata Bunda aku diperbolehkan pulang setelah hasil test darahnya
keluar. Aku tidak tahu apa itu tes darah, yang aku tahu aku harus cepat sembuh
agar aku bisa terus menambah celenganku.
Satu minggu di rumah sakit rasanya
membosankan sekali. Bahkan Bunda mendekor kamar rumah sakit ini agar sama
persis seperti kamarku. Tapi tetap saja tempat ini berbau obat dan suntikan,
apalagi badan ini, rasanya seperti terpotong-potong. Nyeri di sana, nyeri di
sini, kadang pilek, batuk, mimisan.
“Penyakit, aku ingin sembuh, jangan
dekat-dekat ya. Bunda, kapan Tiana boleh pulang?” Kataku di depan Bunda.
“Nanti siang hasil test nya udah
bisa diambil sayang, semoga Tiana baik-baik saja, pasti langsung boleh pulang.”
Siang ini aku jauh lebih
bersemangat, karena seharusnya aku sudah diperbolehkan pulang. Senangnya.
Sambil menunggu Bunda mengambil hasil test dan Ayah menjemputku, aku pun
bersiap menyisir rambut dan berdandan. Tapi tiba-tiba kepalaku pusing sekali,
rasanya sangat sakit, jauh lebih sakit daripada jatuh dari ayunan. Dan
pandanganku mulai kabur.
Begitu aku siuman terlihat Bunda,
Ayah, Eyang, dan Dokter. Mereka sudah siap menyambut kepulanganku. Namun
tiba-tiba Bunda memelukku sambil terisak.
“Kamu sudah siauman sayang? Hik hik
hik, syukurlah..”
“Ayo pulang, Bun.” Ajakku sambil
memegangi tangan Bunda.
“Masih sakit sayang kepalanya?”
dengan mengabaikan ajakan pulangku, Bunda pun terus menanyakan keadaanku.
“Enggak.” Jawabku datar.
“Badan kamu masih nyeri sayang?
Masih sesak ga nafasnya?”
“Bunda, aku pengen pulang! Aku
gapapa..” aku kesal, bukannya mengajakku segera berkemas, Bunda malah
terus-terusan menanyakan keadaanku. Menyebalkan. (to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar