Pagi ini aku harus bangun sepagi mungkin, karena hari
ini Bunda ulang tahun, dan aku tidak mau melewatkan saat-saat indah itu hanya
karena bangun kesiangan. Aku mulai mempersiapkan semua kejutan untuk Bunda
sebelum dia pulang. Karena sejak tadi malam Bunda belum pulang, itulah resiko
mempunya seorang ibu yang memiliki profesi sebagai wartawati. Kue ulang tahun
yang di atasnya berdiri dua buah lilin yang tertulis angka 3 dan 9 sudah siap
saji di atas meja makan, dan balon-balon hasil karya Dandu pun turut
memeriahkan pesta kejutan ini, sembari menunggu Bunda datang, aku dan Dandu
duduk-duduk di depan rumah sambil meminum secangkir kopi untuk menahan rasa
kantukku yang berlebih ini. Untuk hari ini aku patut mengucapkan rasa terima
kasih sedalam-dalamnya terhadap Dandu, karena berkat bantuannya, semua kejutan
untuk Bunda dapat terselesaikan dengan sempurna, menurutku. Dia rela tidak
tidur semalaman hanya untuk memasang balon-balon dia atap-atap, serta menata
ruang tamu seindah mungkin. Walaupun kadang menyebalkan, tapi Dandu juga
memiliki naluri manusia untuk berbuat baik.
“Bin, kamu serius mau kuliah di luar kota?”
“Iya, emangnya kenapa?” aku heran, kenapa setiap kali
aku mengatakan niatku untuk melanjutkan kuliah ke luar kota, Dandu selalu saja merasa ragu dan tidak
rela.
“Gapapa, cuman, aku ngerasa ga tenang,”
“Ga tenang? Whats
wrong with me, Im OK.Dandu..” ini membuatku semakin tidak habis pikir,
alasan hebat apa yang membuat Dandu begitu khawatir.
“Ya… Sudahlah, lupakan,” itulah jawaban yang selalu aku
dapati, jawaban yang menggantung, tidak jelas, dan membuahkan sebuah tanda
tanya besar di benakku.
Sudah 5 jam lebih aku menunggu kedatangan Bunda,
beruntung karena hari ini adalah hari minggu, jadi aku tidak harus tergesa-gesa
untuk berangkat ke sekolah. Dan saat ini waktu sudah menunjukkan tepat pukul 10
pagi, waktu yang seharusnya Bunda sudah sampai di rumah, waktu dimana
seharusnya semua kejtuan dapat terlaksana dengan sempurna. Aku sedikit kecewa
pada Bunda, apa karena kesibukan dia bekerja, dia melupakan hari yang paling
istimewa baginya semudah itu. Bunda memang sosok pekerja keras, dia harus
membiayai hidupku dan dirinya sendiri, tanpa seorang suami atau sanak saudara.
Karena Ayah, seorang wartawan yang terlalu berani mengungkapkan korupsi seorang
pejabat ternama telah tewas tertembak oleh orang yang tak dikenal.
Dan seharian ini aku merasa sedih karena Bunda belum juga
pulang. Beruntung Karena Dandu masih mau menemaniku. Rasa kecewa pun berubah
menjadi kekhawatiran yang berlebih, karena sampai saat ini Bunda belum juga
memberikan kabar padaku. Apalagi Handphone
Bunda yang tidak aktif menambah rasa takutku. (to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar