Aku
mencintai dia, tapi aku menyukaimu. Kamu, dia mencinatimu tapi aku
menyukaimu. Ketika suatu hari kita
bertemu secara tidak sengaja, perasaan ingin lebih dekat muncul.
Sore
itu, aku duduk di sebuah coffee shop untuk melepas lelah selepas kerja. Seharusnya hari itu adalah jadwal kelas yoga,
namun rasanya kopi lebih menggodaku. Duduk, bersandar, bermain dengan note
sampai hari mulai larut, dan sesekali mengecek pekerjaan di laptop. Kubuka
kacamata untuk sedikit merenggangkan mata, kemudian samar-samar terlihat
seorang lelaki dengan kemeja tampak begitu gagah. Mata ini mulai menyudut dan
melihat lebih jelas. Selang beberapa detik.
“You’re alone?”
“Hmm, I think ya,”
“May I join your
table?”
“Ya,” jawabku ketus
sambil terus memainkan gadget yang ada ditanganku.
“Busy?”
“Hmm, not really.”
“Oh, okey.”
Setelah itu kami
hanya terus memainkan gadget tanpa bertegur sapa. Aku nyaman dan dia terlihat
nyaman. Ini perasaan yang jarang sekali terjadi, untuk pertama kalinya aku bisa
membiarkan orang asing duduk di meja yang sama denganku dan kita hanya saling
diam. Tidak ada rasa canggung. It feels
like de javu.
Tepat
pukul 10 malam, akhirnya ketika semua gadget mati, aku putuskan untuk pulang.
Dan laki-laki itu akhirnya mulai berbicara.
“Wanna go home?”
“I guess, ya, why?”
“May I ask you
something?”
“Hmm, sure.”
“May I know your name?”
“Oh, sorry, gue Mia, I
got to go, Ok, bye, nice to meet you.”
Hari
itu dimana pertama kalinya aku merasa sangat menyesal. Hampir
semalaman aku tidak bisa tidur karena menyesal, kenapa aku tidak
bertanya siapa dia. Kebiasaan yang sok jual mahal, menyesal jatuhnya selalu di
belakang. Dan mulai saat itulah, hampir setiap sore aku pergi ke coffee shop
itu. (to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar