Kantor terlihat sangat sepi. Ya, sempurna, aku datang
terlalu pagi, inilah salah satu caraku untuk memperbaiki keadaan. Dan salah
satu OB pun mengawali keherenannya.
“Loh, mbak lady, hmm, kok tumben ya datang sepagi ini,
hehe..” kata dia sambil garuk-garuk kepala.
“Haha, cuman iseng mang, oiya, sekarang jam berapa ya?”
“Masih jam 8 kurang mbak,”
“OK, biasanya yang datang sepagi ini siapa?”
“Siapa ya, Pak Teo,”
“Good, oiya,
tolong bikinin kopi item 1 tanpa gula ya mang, makasih.”
“Baik mbak.”
Beberapa menit kemudian, bau parfum ini, tercium sangat
mahal dan tidak asing, benar, big crazy
boss akhirnya datang juga. Dan ketika dia melewati mejaku, dia pun
menghentikan langkahnya sejenak, menoleh ke arahku, menyengirkan dahinya, dan
meneruskan langkahnya lagi. Dan, setelah 5 menit, telfon berbunyi, pertanda
buruk.
“Lady, datang ke ruangan saya segera.”
“Baik pak.”
Kemudian
“Kapan kamu membeli kopi ini?” nada arogan ini sudah menjadi
sarapan pagiku.
“Tadi pagi pak,”
“Tadi pagi atau kemaren, kopi macam apa ini?! Belikan saya
yang panas!”
“Baik pak.”
“Ingat, jam 9 kita ada meeting!
Jangan terlambat!”
Terpaksa, niat baikku untuk memperbaiki keadaan aku
batalkan. Toh tidak ada bedanya. Dia masih saja seperti itu. He is like a monster who always fill my mood
become red and black. Dan aku harus berjalan mencari taksi, menunggu macet
dan harus sampai kantor jam 9. Bayangkan, perjalanan menuju starbucks saja
sudah memakan waktu 1 jam *include macet.
Jalanan sangat macet, dan ketika taksi sudah stuck tidak bisa bergerak, akhirnya aku
putuskan untuk berlari. Jam sudah menunjukkan 8.55 dan aku masih berada beberapa
blok dari kantor. Haruskah aku berlari? Baiklah, sepertinya keadaan memaksaku.
Kantor, sepi dan sangat hening. Ketika aku memasuki ruangan meeting, semua pandangan mengarah
kepadaku. Mereka seperti melihat orang gila yang tiba-tiba masuk di ruang kerja
mereka.
“Anda lagi-lagi terlambat. Good.” Sindir laki-laki angkuh itu.
Aku harus resign
sekarag juga, teriakku dalam hati. Dan setelah meeting selesai, aku menuju ke meja kerja dan banyak melakukan
perenungan. Dan melamun. Kemudian segera menemui HRD dan memutuskan resign.
“Kerja bukan untuk melamun, nona.”
“E a e a e aaaa, baik, pak.” Nona?? Baiklah, dia selalu
menyebutku seperti itu setiap kali aku melakukan kesalahan.
Siang ini aku membulatkan tekad untuk resign. to be continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar