Sabtu, 04 April 2015

From Slummy To Gucci #3



Mulai hari ini aku lebih sering bertemu dengan Elle, tidak salah aku mengagumi orang ini. Dia luar biasa baik dan berbakat. Kemudian aku bisa tenang menunggu ibu di rumah sakit tanpa pusing-pusing lagi memikirkan biaya sambil membuat skets-skets untuk Elle. Sementara Elle bolak-balik Jakarta-Singapure untuk mengurus ini itu. Benar-benar wanita yang tegar dan mengagumkan. Ketika semua sketsa aku jadi akhirnya semua desain pun dikirim ke Singapure untuk menunggu ACC dari sang Madam, dan mulailah bekerja. Ternyata begini rasanya menjadi seorang designer, benar-benar luar biasa. Aku rasa harus mencubit badanku berkali-kali untuk menyadarkanku bahwa semua ini bukan mimpi. Ini nyata. Semua terasa sangat sempurna di mata ku, kecuali ibu, semakin hari keadaannya semakin tidak membaik. Hanya semakin hari dia semakin banyak mengunyah obat-obatan. Sangat memprihatinkan. Kerutan-kerutan yang tampak jelas di wajahnya menandakan bahwa dia sudah sangat lelah memperjuangkan hidup untukku.
Malam ini adalah malam akbar, malam pencapaian semua impianku, aku sangat bangga menghadiri peragaan busana bergengsi dimana beberapa baju yang dipakai model-model kelas atas di catwalk adalah rancanganku. Ini mimpi Tuhan, ini mimpi. Aku membantu Elle di backstage untuk mengurus ini itu dan rasanya betapa bangganya ketika semua mata memandang ke arah rancanganku dan memuji kemudian memberikan tepuk tangan yang begitu meriah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan decakan kagum. Mimpiku benar-benar terwujud, namun ketika berada di akhir peragaan di panggilah nama Elle disambut dengan tepuk tangan yang begitu mengagumkan. Aku mulai berandai-andai kapan aku bisa berdiri di sana  dengan sambutan mengagumkan seperti itu.  
Setelah acara selesai, Elle mengajakku mengikuti pesta perayaan pergelaran busana yang sangat sukses itu. Ini lah kehidupan kelas atas yang benar-benar aku impikan. Aku melewatkan satu hal menarik, untuk mengikuti hari besar ini, Elle memberikan sebuah  gaun, tas, dan sepatu Gucci untukku. Ini benar-benar Gucci, bukan tiruan.  Tuhan, apakah aku benar-benar mengenakan Gucci yang harganya sekian puluh juta ini sekarang? Rasanya aku tidak ingin melepas pakaian ini. Besok aku berencana untuk membelikan ibu tas Merk Gucci yang dia impi-impikan. Besok pagi-pagi aku harus segera membelikan untuk ibu. Ketika aku sedang menikmati malam ini bersama Elle bersama para kalangan kelas atas ini, tiba-tiba terasa getaran di tas ku, handphone ku berdering.
“Hallo, iya benar, ini siapa ya?”
“Kami dari pii..”
“Maaf suaranya kurang jelas, bentar-bentar, aku keluar dulu..”
“Hallo??”
“Hallo? Halloo?? Aduh, batere nya abis..” dan perasaanku sedikit tidak tenang.
Aku pun berdiam diri di pojokan sambil terus memikirkan hal yang tidak-tidak. Jangan-jangan dan jangan-jangan. Aku tidak tenang. Baiklah, sepertinya wajar jika aku mengkhawatirkan ibu. Sudah seharian ini aku belum menemuinya. Aku pun segera mengambil tas dan bergegas ke rumah sakit.
Aku berlari menuju kamar ibu. Badan ini lemas ketika melihat kamar ibu kosong. Dimana ibu?!!!
“Suster, ibu saya kemana?”
“Maaf, tadi dari pihak rumah sudah berusaha untuk memberikan kabar kepada anda, namun tiba-tiba sambungan terputus..”
“Ibu sama mana?!!!!!” bentakku.
“Kami turut berduka cita atas kepergian ibu anda. Mohon bersabar, ibu anda sudah tidak dapat diselamatkan lagi, mari saya antar ke kamar mayat..”
“Ibu..!!!” badanku lemas, dan pandangan ku mulai kabur. Ibu, ibu, ibu. (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar