Rabu, 22 April 2015

Ben and Frapuccino #4




London adalah tempat indah yang sangat menyiksa untukku. Aku benar-benar jauh darinya, aku merasa hati ini semakin jauh dari Ben. Rasa peduli, rasa candu, rasa rindu, sepertinya mulai menipis dari hari ke hari. Aku dan Ben pun tak pernah sama sekali berhubungan. Entah mengapa berulang kali aku menelfon dia, sama sekali tidak dia angkat. Aku mulai membanjiri sejuta email di inboxnya. Kemudian aku pun hampir setiap hari mengirimkan sms ke handphonenya. Setahun sudah kami benar-benar tidak berhubungan, sampai malam ini aku berada pada titik dimana aku benar-benar putus asa.
Aku merenung dan mengurung diri di apartemen, kemudian mulai melamun, menghabiskan bergelas-gelas frapuccino, bahkan aku sengaja menaikkan jumlah alkohol pada tiap gelas berikutnya, sampai aku benar-benar tidak bisa tidur. Rasanya perut ini sudah benar-benar mual, tapi aku rasa hanya rasa kopi ini yang bisa mengingatkanku tentang rasa Ben. Mata ini terus menggenangkan air. Aku menangis, melamun, sedikit pusing, menahan rasa mual, dan menangis lagi. Itulah yang aku rasakan. Ini seperti sebuah kutukan bagiku. Sampai akhirnya aku mulai merasakan ringannya badanku.
“Baby, finally you awake,”
“...” aku pun masih mengumpulkan nyawa dan mempertajam pandanganku. Aku merasa asing di tempat ini, siapa dia, dan aku dimana.
“Calm down, baby, you are with me.” Dan lelaki itu tersenyum dengan sangat manis.
“Ben...” aku pun langsung menarik dan memeluk laki-laki ini.
“Hey, it’s ok baby,”
“Where have you been?!!!!” kataku sambil menangis dipelukannya.
“I’m here for you,”
Dan setelah satu tahun menghilang, tiba-tiba lelaki ini muncul dihadapanku ketika aku benar-benar putus asa. I’m weak. Dan keesokan harinya kami pun berkemas, dia mengajakku pulang ke Indonesia secara tiba-tiba.
“Baby, prepare your clothes,”
“For what?”
“We have some holidays,”
“Tapi, aku..”
“Hey, you are on holiday, right?”
“How do you know that...”
“Ssst, just prepare your clothes right now, we have flight to Indonesia today,”
“Today???? What a sureprise....” lagi-lagi dia memotong perkataanku.
“Ya, Indonesia.” Katanya sambil menghujaniku dengan ciuman di kening.   (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar