Jumat, 22 Mei 2015

Jess and Noah #8



Senyum itu tampak indah dan mempesona, sejak malam itu aku dan Jess benar-benar dekat. Aku mulai mengenal siapa dia, apa yang membuatnya seperti itu, seberapa penting korek api itu untuknya. Dan kedekatan ini memang gila. Dia masih bocah, sementara aku, aku mungkin 10 tahun di atas usianya. Tapi memang tidak bisa aku pungkiri, aku memang benar-benar jatuh cinta.  Aku hanya ini melindunginya, menemaninya, membuatnya tenang, dan membuatnya merasa nyaman.  Bersama dia jantung ini berdegup kencang, adrenalin ini mulai bangkit, dan entah perasaan malu, gelisah, khawatir, baru aku rasakan sekarang. Hidupku tidak lagi semonoton dulu, yang hanya bekerja dan membaca.
Perlahan Bad Girl ini berubah menjadi seorang Sweet lady. Dia mulai menghentikan kebiasaan meminum alkohol dan sedang belajar untuk menurunkan kadar rokoknya. Aku hanya ingin membuat dia menjadi dia sebelumnya. Dia sebenarnya gadis yang manis, mungkin karena keadaan yang membuat dia melampiaskan semua amarah dan sedihnya. Dia begitu tampat tenang ketika tidur di dadaku. Dengan perlahan aku elus rambut dia, manis sekali. Rasa sayang ini semakin hari semakin besar. Aku memang benar-benar mencintainya. Ya, dia yang telah mewarnai hidupku.
“Eeeh, udah pagi ya,”
“Iya, wake up girl, aku buatkan sarapan dulu ya, sandwich as usual?”
No, sandwich as not usual.” Katanya sambil membelalakkan kedua matanya.
Oke, so what kind of sandwich is that,”
Wait here, I will show you,” kemudian dia bergegas menuju dapur. Aku terkejut, dia memang berubah.
Beberapa menit setelah itu.
“Taraaa, sandwich ala Chef Jesse, hehehe, taste it.” Pintanya dengan sangat antusias.
“Yummy, it is the best sandwich ever!”
“Kaaaan, ngeledek niiih..”
“Beneraaaan, this is the best sandwich and the most beautiful breakfast I ever did,”
“Noaaaaah,” diapun memelukku dengan sangat erat.
“Hey little girl, goodbye, I must go to office,”
“Ya, big boy, hehe.. Take care,”
“Oke, bye, see you soon,”
“Wait!”
“Ya?”
“I love you,” kemudian dia membisikanku 3 kata itu. Tuhan, betapa bahagianya hati ini.
“I love you more than you love me,” aku pun bergegas meninggalkannya, ya, karena aku malu dan entah kata apa yang bisa menggambarkan kebahagiaanku saat ini.  (to be continue)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar