Senin, 23 Februari 2015

Ayah Untuk Ayah #2



Aku putih, dia hitam
Aku gelap, dia terang
Aku gemerlap, dia gulita
Aku malang dan dia bahagia

Begitulah ibarat untukku dan ayahku. Kami memang satu kesatuan secara biologis dan darah yang mengalir di dalam tubuhku adalah darahnya, namun tubuhku seolah menolak racun setan yang bersumber darinya, kami sangat berbeda, dan aku sangat membenci dia dengan segala kelakukan bejat nya. Ayah ayah ayah, sosok perkasa yang selalu bisa diandalkan, menjadi panutan dan sangat bijak dengan petuahnya. Ayah, hidup tanpa ada beban, selalu mengacau, tidak punya peri kemanusiaan, dan suka mencaci maki. Itulah ayah dan ayah, ayah yang ada dalam khayalan masa kecilku, dan ayahku yang sebenarnya.
Pagi ini aku memulai sebuah kebiasaan baruku yang sudah berjalan selama kurang lebih 1 bulan semenjak dia bangun dari koma. Umurnya sekarang sudah hampir 60 tahun, dan betapa lemahnya badan bongsor dia sekarang. Memandikan, menyuapi, dan mengantar dia terapi baru aku bisa pergi ke kantor. Dia adalah beban yang paling berat untukku sekarang. (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar