Akhirnya
sampai juga di Solo, Stasiun Balapan, kami pun disambut dengan sekelompok orkes
keroncong. Memang kota ini benar-benar luar biasa berkesan. Sambil menjinjing Birkini bag keluaran Hermes, aku pun beranjak meninggalkan
tempat ini. Namun tiba-tiba Ben menarik tanganku.
“Hey, tunggu
di sini sebentar,”
“Kenapa,
Ben?”
“Sit down here, I will bring you a cup of coffe.”
“Why don’t we go to coffee shop?”
“Wait here, tunggu sampai aku datang, jangan
kemana-mana..” dan aku pun duduk menunggunya membawakan kopi sambil melihat
beberapa kereta yang melintas diiringi lagu-lagu keroncong. Memang berkesan.
Sudah
setengah jam lamanya aku menunggu di
sini dan Ben belum juga muncul. Apa mungkin sedang banyak antrian. Aku mulai
sedikit resah dan menengok ke belakang sesekali. Kereta pun mulai ramai
berlalulalang. Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Rasanya aku harus beranjak dari
tempat duduk ini untuk mencari Ben. Aku pun mulai bingung dan khawatir. Dimana
Ben. Beberapa orang aku tanya tapi tidak ada satupun yang tau dimana Ben. Empat
jam. Lima jam. Yang aku lakukan hanya memutari tempat ini, keluar masuk
stasiun, dan sesekali terdiam duduk dengan lemas. Permainan apa lagi yang
dilakukan Ben untuk membuatku lebih putus asa. Sampai tengah malam, tepat pukul
12, aku putuskan untuk tetap di sini untuk menunggu Ben. Sampai akhirnya aku
tertidur di tempat ini. Stasiun Balapan. (to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar