Hidup ini
memang sangat pahit, sepahit dan sekeras
espresso ini, ketika
diminum terasa sangat pahit dan menyisakan rasa asam yang begitu menyengat
lidah. Inilah hidup, kejam memang, tapi akan terasa indah jika kita selalu
melakoninya dengan senyuman. Kopi itu pahit, asam, dan hitam, namun akan sangat
nikmat jika dinikmati di sore hari menjelang malam. Begitu juga hidupku, pahit,
kelam, dan sangat kejam, namun terlihat begitu nikmat ketika aku bisa menempatkan diriku pada
situasi apapun. Sore ini aku masih saja duduk di pojokan Stasiun Balapan sambil mengamati orang yang lalu lalang
didepanku. Sesekali aku tersentak ketika melihat beberapa laki-laki yang mirip
dengannya, dan ternyata sekali lagi bukan dia. Sambil membawa setoples kopi
kecil yang aku siapkan dari rumah, akupun memulai rutinitas ini dari aku pulang
kantor sampai larut malam. Sesekali petugas stasiun menghampiriku, seperti
malam ini.
“Maaf mbak,
daritadi saya amati Mbak sudah lama di sini, mungkin ada yang bisa saya bantu?”
“....”
akupun membalasnya dengan senyuman. Sementara dia terheran-heran melihat tingkahku
yang sedikit gila, salah seorang petugas yang sudah akrab dengan wajahku pun
memangggil petugas di sampingku.
“Mbaknya
sedang menunggu calon suaminya.” Katanya, sambil mengedipkan matanya ke petugas
yang masih terheran-heran di sampingku.
Pukul 1
pagi, akupun segera bangkit dari kursi dan beranjak meninggalkan stasiun.
Sepertinya dia belum pulang, mungkin besok, tebakku dalam hati. Dengan masih
mengenakan seragam kantor, aku pun beranjak dari tempat ini. (to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar