Hujanpun
membangunkanku yang ternyata aku tertidur di atas makam Papa. Kebiasaan. Aku
tidak memiliki semangat apapun setelah kepergian Papa, apalagi melihat tingkah
Mama yang setiap malam diantar lelaki yang berbeda-beda setiap harinya. Kalau
terus-terusan seperti ini, mungkin aku bisa gila.
Aku
pun mulai melaju ke sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan dengan basah kuyup.
Ya, aku rasa hanya tempat itu yang bisa menerimaku apa adanya, ya, kafe milik
sahabatku, Nels. Dia lah satu-satunya orang yang benar-benar peduli dengan
semua keadaanku yang seruwet ini.
“Astagaa
Jess, lo kenapa lagi siih bisa basah kuyup gini, sini, pake baju gue.” Dan
seperti biasa Nels pun mulai merawatku seolah aku anaknya.
“Dan
sekarang lo duduk, minum kopi, tenangin diri, abis itu cerita ke gue, gue
tungguin.”
“Ya
ya ya, lo pasti taulah penyebabnya.” Jawabku datar.
“Lo
ketiduran di makam Papa lo lagi? Astaga, kalo lo ada masalah, lo bisa cerita ke
gue kapan aja Jess, inget, lo masih punya gue, sahabat lo,”
“Gue
tau, gue Cuma kangen bokap aja, just it,”
“Jesseee,”
dan seperti biasa Nels pun langsung memelukku sambil mengeluarkan air mata
haru. Mungkin ini tanda keprihatinan dia terhadap keadaan sahabatnya sekarang.
Dan aku pun segera mengambil sebatang rokok di dalam tas.
“Ah,
rokok gue basah lagi, lo ada rokok?”
“Lo
mau sampai kapan ngerokok, Jess? Ga, gue ga ada!”
“Lo
kok nyolot sih, gue Cuma minta rokok, kalo ga ada yaudah,”
“Tapi
gue peduli sama lo, gue ga mau hidup lo makin berantakan kayak gini, Jess...”
“Inget
ya, ini hidup gue, dan lo ga berhak ngelarang apapun yang gue lakuin!” dengan
penuh rasa kesal aku pun bergegas beranjak keluar dari kafe ini. Semua orang
tidak ada yang berpihak kepadaku.
‘BRUK’
“Aww!”
dengan perlahan aku pun bangun dan menunduk membenahi isi tasku yang
berjatuhan.
“Sorry,
gue ga sengaja.” Dan lelaki yang menabrakku ini membantuku mengemas semua isi
tas ku. Aku hanya diam, menunduk, segera
berlari meninggalkannya. (to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar