Pagi ini aku
mulai dengan menempelkan sebuah permen karet di bawah meja makan. Dan Mama pun
bereaksi secara spontan.
“Astaga ini
anaaak, ampun deh bandelnya, itu permen karet dibuang di sampah!”
“Aduh Ma,
take it easy,” kataku sambil mengunyah sandwich buatan Mama.
“Buang se ka
rang!” dan mata melotot itu langsung membuatku bangun dari kursi dan segera
membuang sisa permen karet.
“Mam,
aku berangkat dulu ya, hari ini ada kuliah.” Dengan bergegas aku mulai
mengambil Mochilla hand-woven cotton
shoulder bag dan berlari sambil menyambar kunci mobil.
“Mama
belum selesai bica...” dan suara itu pun perlahan menjauh dari pendengaranku.
Mobil,
rokok, dan musik, this is my real home.
Rasanya aku tidak tahan jika harus berlama-lama di rumah, maafkan aku Ma,
mungkin ini adalah pelampiasanku setelah Mama bergonta-ganti pacar setelah
kepergian Papa.
Dan
arah mobil ini berbelok ke arah makam Papa, ya, aku kangen Papa. Hanya di makam ini aku bisa mengeluarkan air mata, mencurahkan semua isi
hati. Naif memang, tapi inilah caraku.
“Pa,
aku kangen Papa, aku kangen duduk di teras sambil merokok sama Papa, aku kangen
pergi tengah malam sama Papa, aku kangen duduk di atas loteng sama Papa, aku
kangen ketawa Papa, aku kangen gelitikan papa,” dan dengan segera air mata ini
mulai berkaca. (to be continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar