Minggu, 07 Juni 2015

Mr G #6



Seharian ini aku lebih banyak melamun. Ya, karena memikirkan atasan yang misterius ini. Coba dia tidak setegas ini dan jarang memarahiku, pastilah aku sudah lama jatuh cinta dengan Pak Gunung dan bisa menebus dosaku ke Mama. Tapi mana mungkin, dia anak konglomerat, Papanya saja sudah masuk ke dalam 10 besar orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, hari ini kebetulan lebih santai dari hari kemaren. Aku pun tidak perlu lembur untuk menyelesaikan semua deadline kerjaan. Aku ambil kunci mobilku dan segera melaju ke apartemen dan mulai memikirkan apa yang aku pakai nanti malam. Aku bingung harus memakai gaya casual, gown, dress, atau formal. Kira-kira Pak Gunung mengajakku kemana ya. Aku mulai menerka-nerka. Pastilah menemui client.
Sesampainya di apartemen aku pun bergegas mandi. Dan kemudian beralin ke kamar ganti. Aku putuskan untuk memakai dress, ya, terlihat lebih santai dan bisa formal. Aku mulai mengacak-acak lemari pakaianku, kukeluarkan beberapa dress untuk aku coba satu per satu. Akhir-akhir ini aku lebih suka mengenakan lace dress, kukeluarkan koleksi lace dress ku. Lace-trimmed stretch wool-crepe dress keluaran Michael Kors, Lace dress Emilio Pucci, dan Harmon lace and crepe dress koleksi Roland Mouret. Itulah tiga pilihanku untuk aku coba satu per satu, dan akhirnya aku lebih memilih warna nude dari Emilio Pucci, ini adalah dress kesukaan Guntur, dia bilang aku terlihat seperti actress yang sedang menghadiri premier sebuah film dan berjalan di red carpet hollywood. Kemudian aku mulai memilih-milih sebuah clutch, dan mataku langsung berarah ke sebuah clutch keluaran Stella Mccartney, Satin-lined perforated box clutch dengan warna gold nude dan desain yang simpel. Dan tiba-tiba semua konsentrasiku terurai ketika mendengar bunyi bel. Sepertinya Pak Gunung sudah sampai. Aku segera berlari ke arah pintu sambil menyambar sebuah sepatu Tribtoo patent-leather pumps Yvest Saint Lauren dengan warna nude.
“Silahkan masuk dulu pak,”
“Oke,” dan jauh dari perkiraanku, dia tampak jauh berbeda dari dia yang aku kenal di kantor. Terlihat santai, tidak sediktator seperti di kantor. Dan tersungging senyum manis berkelas di wajahnya. Dan satu lagi, bau parfum dia sungguh khas, aku hafal betul bau ini sama persis dengan aroma Guntur, Men's Kilian Straight to Heaven White Cristal, aroma ini langsung melelehkan rusuk-rusukku.
“Kamu sudah siap?”
“Sudah, pak.” Jawabku dengan nada menunduk.
Don’t call me like I’m your boss, ini sudah di luar jam kerja.” Dan dia memberikan senyum tipisnya ke arahku. Benar-benar mengejutkan, selama bertahun-tahun aku bekerja dengannya, baru kali ini aku melihat senyum tipis mempesona itu.
“Ee, baik Pak, eh, Gunung maksud saya,”
Oke, come on,”
Wait a minute, I need to wear my shoes,” senyumku dengan sedikit malu.  (to be continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar